Jogjakarta IkkeLa.com (31/10/2025) – Maraknya toko daring yang memanfaatkan marketplace untuk menjual buku- bajakan menjadi perhatian para pegiat perbukuan di Jogjakarta. Menurut mereka kerugian yang mereka terima akibat makin maraknya para penjual buku bajakan menambah beban berat bagi upaya meningkatkan literasi Indonesia.
Dalam diskusi “Buku Sebagai Dasar Pembmangunan Jati Diri Bangsa” yang diselenggarakan di Ruangliterasi Kaliurang, Jogjakarta terungkap berbagap pelanggaran yang seolah dibiarkan berlangsung.
“Pemberlakuan admin fee 12% ini memberatkan penerbit. Selain itu masih banyak buku-bajakan dijual secara online harganya itu jauh dari harga buku asli. Bukan hanya penerbit, penulis, editor dan lainnya yang rugi” ungkap Indra Ismawan, salah seorang pelaku penerbitan di Jogjakarta.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi XIII DPR RI, Wily Aditya, mengatakan pelanggaran yang dilakukan oleh marketplace demikian sudah sangat keterlaluan. Menurutnya pelanggaran demikian menurutnya adalah hantaman keras bagi ekosistem perbukuan apalagi disaat ekosistem perbukuan masih mengalami tekanan.
“Ini harus ditindak segera. Saya minta kementerian perdagangan, kementerian kominfo dan lainnya segera bertindak. Kalau perlu tutup itu marketplace yang semena-mena beroperasi membiarkan penjualan buku bajakan. Admin fee buku juga harus dihilangkan untuk penjualan buku,” tegasnya.
Willy menegaskan segala daya upaya harus kompak berkolaborasi untuk meningkatkan kecerdasan bangsa karena hal tersebut adalah amanat konstitusi. Menurutnya, salah satu yang saat ini penting dilakukan adalah melalui upaya peningkatan literasi sebagai jalan penegasan jati diri bangsa.
“Sudah banyak yang bicara mengeluhkan literasi kita yang rendah. Cara meningkatkannya adalah dengan membuat ekosistem literasi yang sehat. Stakeholder perbukuan ini menanggung beban berat dengan besarnya pajak dan maraknya pembajakan. Nah kini negara yang harus menjawabnya dengan langkah konkrit,” ucapnya.
Sebagai pengusul revisi UU Sistem Perbukuan, Willy mengaku menaruh perhatian besar terhadap terselenggaranya ekosistem perbukuan yang saling mendukung. Menurutnya hal ini diperlukan untuk menghasilkan akses publik terhadap buku yang makin besar.
“Di satu sisi kita perlu menaikan minat baca dengan berbagai upaya. Namun ada sisi yang pelindungan yang juga tidak boleh kita abaikan terhadap para pegiat perbukuan. Insentif pengurangan pajak, promosi penulisan dan penerbitan, sampai mengupayakan alokasi APBN untuk sektor literasi perlu kita simulasikan untuk dibawa menjadi aturan baru kedepan,” tegasnya.
Willy berharap rancangan Revisi UU Sistem Perbukuan menjadi medan perjuangan bersama para pelaku di dalam ekosistem perbukuan. “Ini perjuangan bersama, ide bersama-sama untuk bangsa ini,” pungkasnya. (rlsbch*/)
 
			