DEPOK IKKELA.COM (31/10/2025) OPINI DAKWAH
Dugaan mark up proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) Whoosh mulai diungkap. Mantan Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan proyek KJCB alami mark up hingga tiga kali lipat.
“Itu harus diperiksa. Uangnya lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per 1 kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar AS, tetapi di Cina sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” ujar Mahfud dalam video yang diunggah channel YouTube ”Mahfud MD Official”, dikutip Jumat (17/10/2025).
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, juga menyebut kuatnya dugaan korupsi dalam pengadaan KJCB yang bisa mencapai 40-50 persen. Ia pun mendesak KPK untuk segera mengusut hal ini.
Sementara itu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan, yang terlibat dalam pembangunan proyek KCJB selaku Menko Perekonomian, akhirnya mengakui proyek itu memang bermasalah. Dia mengatakan ’barang’ itu sudah busuk sejak awal. Masalahnya, jika sejak awal tahu itu busuk, mengapa dilanjutkan?
Sarat Keganjilan
Proyek KCJB ini memang janggal sejak awal. Harganya jelas amat mahal karena diduga di-mark up. Apalagi jika dibandingkan dengan Arab Saudi—menurut kabar akhir-akhir ini—yang akan membangun proyek kereta cepat Riyadh-Jeddah sepanjang 1500 km. Biayanya hanya sekitar Rp 116 triliun. Bandingkan dengan rute Whoosh yang hanya 140 km, namun menelan biaya Rp 120 triliun.
Hal ganjil lainnya, Pemerintah Indonesia lebih memilih proposal dari Cina ketimbang Jepang. Padahal Pemerintah Jepang sempat mengajukan proposal pembangunan kereta cepat dengan biaya yang jauh lebih rendah. Jepang pun menawarkan bunga 20 kali lebih rendah ketimbang Cina. Jepang menawarkan bunga 0,1 per tahun, sedangkan Cina menawarkan bunga 2 persen per tahun. Khusus utang untuk cost overrun, bunganya ditetapkan CDB lebih tinggi, yakni 3,4 persen per tahun.
Akibat mahalnya biaya proyek tersebut, sekarang PT KAI mengeluhkan kerugian yang dialami. Total utang proyek KCJB saat ini telah mencapai USD 7,2 miliar atau setara Rp 116 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 persen berasal dari pinjaman CDB dengan bunga berkisar 3,5-4 persen. Beban bunganya saja mencapai sekitar Rp 2 triliun per tahun.
Ironinya, target penumpang KCJB ini belum tercapai. Dari target 30 ribu penumpang per hari, tingkat okupansi Whoosh hanya di atas 50% atau sekitar 60%-70% pada hari kerja. Jumlah itu masih belum mencapai target yang diharapkan. Tentu ini menambah beban pembayaran utang serta menambah kerugian bagi Negara.
Demi Melayani Rakyat?
Di tengah gencarnya dugaan korupsi proyek KJCB, mantan Presiden Joko Widodo membela diri. Ia menyatakan proyek tersebut dirancang sebagai solusi jangka panjang atas kemacetan kronis di kawasan metropolitan. Jadi, katanya, KJCB bukan demi mengejar keuntungan finansial, tetapi demi ”investasi sosial”.
Padahal faktanya, hanya sedikit rakyat yang dapat menggunakan KCJB karena tarifnya yang mahal. Di sisi lain, pada akhirnya seluruh rakyatlah yang harus menanggung utang ratusan triliun rupiah dan bunganya hingga Rp 2 triliun per tahun akibat proyek KCJB ini. Lagi pula, jika memang tujuannya untuk melayani kebutuhan transportasi rakyat, mengapa Pemerintah tidak memperbanyak transportasi massal yang murah dan bagus pelayanannya?
Faktanya pula, pada waktu itu pemerintahan Jokowi menyatakan bahwa KCJB ini murni B to B (business to business), tanpa melibatkan APBN. Artinya, proyek Whoosh ini adalah murni bisnis antara BUMN dan perusahaan asing dari Cina, yakni China Development Bank. Celakanya, pihak swasta asing itulah pasti untung, sementara kita yang buntung, terutama akibat pembayaran utang plus bunganya dari proyek tersebut kini dibebankan pada APBN.
Wajib Melayani Rakyat
Dalam sistem Pemerintahan Islam (Khilafah), melayani kebutuhan rakyat adalah salah satu kewajiban penguasa (Khalifah). Rasulullah saw. bersabda:
فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
Amir (penguasa) yang mengurus banyak orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka (Muttafaq ‘alayh).
Dalam Syarh Sunan Abû Dâwûd disebutkan, ”Hadis ini dicantumkan dalam bab ini dengan judul, ’Bab Tentang kewajiban Imam (Penguasa) atas Rakyatnya’. Maksudnya adalah kewajiban seorang pemimpin atau penguasa atas rakyat yang ia pimpin, yakni hak-hak yang harus ia tunaikan kepada mereka. Tujuannya adalah agar sang pemimpin melakukan hal-hal yang membawa kemaslahatan dan mendatangkan kebaikan bagi rakyatnya, menolak bahaya dari mereka, serta menegakkan urusan agama dan dunia mereka. Kepemimpinan, kekhalifahan dan kewilayahan adalah bentuk kepemimpinan umum yang bertujuan untuk menegakkan agama dan menjaga kemaslahatan umat. Karena itu seorang pemimpin wajib mengurus urusan agama dan dunia rakyatnya serta berusaha dalam hal-hal yang membawa kebaikan dan perbaikan bagi mereka, baik dalam urusan agama maupun dunia.” (Abdul Muhsin bin Hamad bin Abdul Muhsin Syarh Sunan Abû Dâwûd, 3/345, Maktabah Syamilah).
Pelayanan terhadap rakyat ini mencakup jaminan pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan dan papan (perumahan). Dalam hal ini Negara wajib menciptakan lapangan kerja untuk rakyatnya. Tentu agar mereka bisa mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup mereka mulai dari kebutuhan asasiyah (primer) hingga kamaliyah (sekunder-tersier). Negara juga harus memastikan pemenuhan kebutuhan tersebut bagi warga yang tidak mampu.
Negara juga berkewajiban memenuhi layanan pendidikan, kesehatan, keamanan serta sarana-sarana umum yang dibutuhkan rakyat. Termasuk di dalamnya membangun jalan raya serta sarana transportasi untuk publik.
Ada beberapa karakter layanan publik yang harus disediakan Negara sesuai dengan ketentuan syariah Islam. Pertama, pelayanan publik ini berlaku egaliter tanpa membedakan agama atau status sosial. Siapapun yang menjadi warga negara berhak mendapatkan pelayanan dari Negara. Tidak ada perbedaan kelas di tengah rakyat dalam mendapatkan hak-haknya dari Negara.
Kedua: Negara melakukan pelayanan kepada rakyat bukan untuk mengambil keuntungan. Semua pelayanan tersebut—seperti kesehatan/rumah sakit, pendidikan, keamanan, pembangunan jalan raya—diberikan cuma-cuma. Negara haram mengomersilkan pelayanan publik seperti jalan tol, kesehatan, atau pendidikan. Namun, dalam kondisi terbatas, Negara diizinkan untuk mengambil pungutan untuk sekadar menutupi biaya operasional atau membantu optimalisasi pelayanan tersebut, semisal untuk membantu biaya eksplorasi minyak bumi; atau pungutan pada transportasi umum seperti bus, kereta, kapal laut untuk membantu kesempurnaan pelayanan tersebut.
Ketiga, pelayanan publik yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur merupakan proyek riil yang dibutuhkan rakyat. Bukan untuk pencitraan atau bermegah-megahan. Di era pemerintahan Jokowi banyak pembangunan infrastruktur yang justru tidak bermanfaat untuk rakyat banyak seperti pembangunan IKN, sejumlah bandara seperti Kertajati, termasuk KCJB. Semua ini malah menjadi madarat bagi keuangan Negara dan sia-sia.
Keempat, sumber pembiayaan atas pelayanan tersebut wajib sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam Kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah disebutkan bahwa sumber-sumber pembiayaan itu berasal dari keuntungan Negara yang didapat dari pengelolaan kepemilikan umum seperti pertambangan, hutan, dll.
Sebenarnya kepemilikan umum ini adalah sumber kekayaan umat yang paling besar dan mencukupi kebutuhan mereka. Mantan Menkopolhukan Mahfud MD pernah mengatakan jika korupsi di sektor pertambangan bisa diberantas maka setiap rakyat Indonesia bisa mendapatkan jatah dari Negara sebesar Rp 20 juta perbulannya.
Di sisi lain, Negara haram mengambil pembiayaan dari pinjaman ribawi, seperti dalam kasus KCJB. Apalagi sudah menjadi modus umum bahwa pinjaman dan investasi asing adalah alat penjajahan negara pemberi pinjaman atas negara penerima pinjaman.
Berantas Korupsi!
Islam juga mewajibkan para penyelenggara Negara menegakkan kejujuran dan sikap amanah dalam melayani rakyat. Aparat dan pejabat Negara haram mengambil keuntungan baik untuk diri mereka ataupun kelompoknya. Karena itu mereka haram menerima suap, melakukan mark up dan korupsi, atau mengambil gratifikasi. Allah SWT telah mengingatkan:
وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۚ
Siapa saja yang berbuat curang dalam suatu urusan, maka pada Hari Kiamat ia akan datang membawa kecurangannya itu (TQS Ali Imran [3]: 161).
Nabi saw. juga mengingatkan:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٍّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Tidaklah mati seorang hamba yang Allah minta untuk mengurus rakyat, sedangkan dia dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga bagi dirinya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Fakta di Indonesia, banyak proyek-proyek pembangunan yang menjadi bancakan para pejabat terkait. Menurut mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, mark up yang dilakukan BUMN pada proyek infrastruktur mencapai 30%. Korupsi ini sering dilakukan untuk keuntungan pribadi maupun untuk kepentingan politik, yakni mempertahankan kekuasaan. Sebabnya, sistem demokrasi membutuhkan ongkos politik yang mahal. Dari mana dananya? Di antaranya tentu dari hasil korupsi. Maka dari itu, berbagai korupsi sering terjadi dalam berbagai proyek baik dari pusat maupun daerah.
Jelas, sistem politik demokrasi sudah nyata menciptakan kerusakan, mencetak banyak pejabat korup dan menyengsarakan rakyat. Jadi, mengapa umat tak kunjung sadar dan kembali pada sistem kehidupan yang diatur oleh syariah Islam yang dijamin kemuliaannya oleh Allah SWT?!
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.
Hikmah :
Nabi saw. bersabda:
لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدْرِ غَدْرِهِ. أَلَا، وَلَا غَادِرَ أَعْظَمُ غَدْرًا مِنْ أَمِيرِ عَامَّةٍ
Pada Hari Kiamat kelak setiap pengkhianat akan membawa bendera yang dia kibarkan tinggi-tinggi sesuai dengan pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada pengkhianat yang lebih besar pengkhianatannya daripada seorang penguasa yang mengkhianati rakyatnya. (HR Muslim). []
Palestina Masih Dijajah — Jangan Lupakan Genosida di Gaza
Meskipun gencatan senjata diumumkan sejak 11 Oktober 2025, Gaza belum benar-benar damai. Di balik kata “gencatan senjata”, jeritan dan derita manusia masih terdengar. Penjajahan masih nyata. Penjajah yahudi terus menyerang kaum Muslimin, sementara penguasa diam berlindung pada perdamaian ala Amerika.
Pada Selasa malam, 29 Oktober 2025, entitas Yahudi kembali melancarkan serangan udara di Jalur Gaza dengan alasan dugaan pelanggaran gencatan senjata oleh Hamas. Sedikitnya 18 warga Palestina terbunuh dan 50 lainnya luka-luka di lingkungan Sabra, Khan Yunis, serta beberapa wilayah lain. Serangan juga menghantam tenda pengungsi di Nuseirat dan permukiman di Rafah serta Zaytoun, menyebabkan korban jiwa bertambah. Rumah sakit Gaza kini kewalahan menangani korban, sementara kondisi kemanusiaan semakin memburuk di tengah blokade dan kehancuran fasilitas publik.
Rakyat Gaza kini hidup di tenda-tenda darurat, tanpa air bersih, tanpa listrik, dan tanpa jaminan keselamatan. Rumah sakit hancur, anak-anak kehilangan tempat bermain, dan banyak keluarga kehilangan seluruh anggota mereka.
Dalam 48 jam terakhir, 19 jenazah syuhada tiba di rumah sakit — beberapa dari reruntuhan, beberapa dari serangan langsung. Sejak agresi dimulai 7 Oktober 2023, lebih dari 68 ribu jiwa telah syahid dan 170 ribu lebih terluka. Bahkan setelah “gencatan senjata”, 93 jiwa menjadi syuhada akibat serangan entitas penjajah Yahudi , dan ratusan lainnya luka-luka.
Lebih menyayat lagi, 30 jenazah dikembalikan dari penjajah Yahudi dalam keadaan mengenaskan — ada tanda-tanda penyiksaan dan kekerasan sebelum wafat.
Di Tepi Barat, kekerasan juga terus membara.
Tentara dan pemukim penjajah yahudi menebar teror: 65 warga dibunuh di Jenin, termasuk 40 anak. Sekolah-sekolah diserang, musim panen zaitun dirusak.
Sementara itu, 49 perempuan Palestina, termasuk dua anak, masih ditahan dan disiksa di penjara-penjara Israel.
Gaza bukan hanya berita — Gaza adalah luka umat.
Selama mereka masih hidup di bawah penjajahan, kita tak boleh diam.
Doa, dukungan, dan suara kita adalah bagian dari perjuangan mereka.
Jangan biarkan dunia melupakan Gaza.
Karena di antara puing dan debu, masih ada doa, harapan, dan iman yang teguh kepada Allah. Serukan kiriman tentara perang untuk mengusir penjajah Yahudi. Serukan penegakan khilafah ala minhajinnubuwwah, untuk menyatukan negeri Islam dan membebaskan tanah Palestina yang dijajah.
Sumber: Al Jazeera Arabic, Kementerian Kesehatan Gaza, Reuters, AFP, AP, Gaza Media